Monday, August 29, 2011

Jika Idul Fitri Berbeda? Gitu Aja Ko Repot!

Jika Idul Fitri Berbeda? Gitu Aja Ko Repot!

Banyak orang mengganggap aneh tapi ada juga yang menganggap “ah itu sih biasa”. Banyak juga mereka yang di buat  bingung, tapi sebagian yang lain bilang, “ngapain bingung.” Ada yang bilang, “sebenarnya bisa tidak berbeda”, tapi yang lain bilang, “mengapa takut berbeda.” Ada yang bilang, “pemerintah dan ulama di negeri ini memang aneh”, lalu dijawab, “kalau tidak aneh ya bukan Indonesia namanya.” ada yang bijak berkata ,”tak perlu dipermasalahkan”, lalu di jawab, “gimana ndak perlu dipermasalhkan lha wong itu emang masalah.” “Ya sudah tidak perlu di perbesar”, “gimana ngga besar lha wong perbedaan itu disiarkan”, “yo wis, gitu aja ko repot.” Oh ya masih hampir lupa, adajuga yang bilang, ” puasa kamu haram hukumnya, karena sudahmasuk  idul fitri”, lalu di jawab, “haramkan menurut pendapatmu, kalau pendapatku ya halal karena hilalnya ga nampak sore itu, jadi ya di genapkan saja”.

Aku sendiri berpendapat perbedaan penentuan hari raya idul fitri memang tidak perlu terjadi, karena logika saya tidak dapat menerimanya. Gimana tidak?, kita berada dalam satu negara, perbedaan waktunya tidak signifikan antara yang satu dengan yang lainnya, bulannya sama, metode tercangih untuk rukyatul hilal masa kini sudah ada, sebagaimana yang dilakukan rasulullah dalam menentukan awal dan akhir ramadhan sudah jelas, rukyatul hilal.”, Antara rukyatul hilal dan hisab sebenarnya juga tidak berbeda, lalu apa penyebabnya? mau tahu?

Jawabnya ada pada egoisme pemahaman para pemimpin agama atau tepatnya ormas islam yang ada di negeri ini. Jika mereka mampu sepakat dan mengikis egoisme itu insya Allah, perbedaan tidak akan terjadi. Jika masing-masing mau mengikhlaskan diri yakinlah perbedaan ini tidak akan terjadi. Namun fenomena yang ada sekarang inikan masing-masing ormas keukeuh pada yang tidak esensial, nampaknya masih ada gengsi yang tinggi untuk berpadu menyepakti yang memang sudah jelas dan sangat pantas untuk disepakati diantara pemimpin ormas di negeri ini. Namun selama mereka keukeuh pada pakem masing-masing, selama itu pula kita akan menemui perbedaan.

Lalu bagaimana solusinya? kita sudah diberikan kemampuan oleh Allah untuk berfikir untuk menentukan jawaban dari masalah yang selalu ada dalam hidup ini (problem solving). Insya Allah hari ini para ahli astronomi akan melakukan rukyatul hilal dari berbagai penjuru negeri, jika memang belum ada yang melihat, ya kita genapkan saja, namun jika sudah ada yang melihat, berarti kita harus mengakhirinya, gampangkan? “gitu aja ko repot.” (meminjam istilah almarhum, almaghfurullah, allahu yarham, KH. Abdurrahman Wahid)

Akhirnya saya ingin mengucapkan:
Selamat Hari Raya Idul Fitri 1 syawal 1432 H
Minal a’idin wal faizin, kullu amin wa antum bikhair
Mohon Maaf Lahir dan Bathin

Tuesday, August 23, 2011

Malam Penutupan Sementara Pengajian

Kegiatan rutin tahunan Pengajian Nurul Islam Ciledug setiap bulan ramadhan menjelang penutupan sementara pengajian dalam rangka menyambut hari raya iedul fitri 1432 H diisi oleh berbagai kegiatan ibadah dan  kebersamaanseperti;

1. Kegiatan Ibadah; maghrib, isya, tarawih dan qiyamullail dan shalat subuh berjamaah
2. Kebersamaan; Buka puasa sahur bersama
3. Dzikir dan doa bersama
4. Games interaktif
5. Nyantri semalam (nginep di pengajian)





Alhamdulillah, sekedar memberikan satu fase pengalaman hidup kepada mereka yang dapat memberikan kesan tertentu pada suatu saat nanti. Kegembiraan, kebersamaan dan pengetahuan serta pengamalan agama menjadi satu, sekedar memberi satu warna hidup yang berbeda dari keseharian.

Semoga ada manfaat yang dapat dicapai untuk sebuah perubahan, Allahu akbar !!!


Thursday, August 11, 2011

Ramadhan; (memang) Bulan Untuk Berpesta (bagian kedua)

 Ramadhan; (memang) Bulan Untuk Berpesta (bagian kedua)

Sungguh luar biasa bulan yang satu ini, seakan ia menjadi central dari segala aktivitas kehidupan seorang yang mengaku sebagai muslim. Ramadhan, khususnya di indonesia memang seperti bulan pesta, lihatlah realitas yang yang ada, gegap gempita, suka cita, makanan, minuman, pakaian, uang, kembang api, siaran TV yang disajikan twenty 4 hours dengan sajian hiburan plus berbagi hadiah (entah benar atau tidak) dari sponsor plus selingan acara-acara sinetron berbau keagamaan atawa komedi-komedi yang menayangkan kekerasan secara halus, bahkan pembakaran petasan yang suaranya bersahut-sahutan dan kerap menimbulkan kerusuhan.
Awal ramadhan masjid penuh sesak, namun seminggu kemudian masjid/musholla kembali sepi. Saat itu suana beralih, mal-mal dan pusat perbelanjaan/pasar penuh rapat dipadati pengunjung untuk membeli berbagai ragam kebutuhan untuk menyambut berakhirnya puasa ramadhan. Uang mengalir bak air datang di musim hujan. inikah yang kita maksud dengan barakahnya ramadhan?

Dibalik realitas pesta yang kasat mata, ada juga pesta dari sisi lain yang dilakukan sebagai sarana memaknai hadirnya ramadhan bulan penuh berkah ini. Banyak orang yang pada bulan ini meningkatkan kualitas sosialnya dengan berbagi kepada saudara-saudara yang membutuhkan. Masih ada mereka yang mau berpesta untuk menggapai cinta kasih-Nya dengan memperbanyak dzikir, ‘itikaf, tilawah al-quran, tafakkur, tasyakkur, mengkaji keyakinan untuk peningkatan kualitas dirinya. Puasa ramadhan benar-benar dimaknai dengan penahanan diri extra keras terhap segala nafsu duniawi.

Namun realitas maknawi bulan suci ramadhan yang seharusnya muncul tertutup oleh dominasi realitas yang semu dan sangat kontradiktif ini. Apa mau dikata, pandangan dan pemahaman mayoritas telah menjadi tradisi. Entahlah apakah nilai-nilai yang begitu mendalam dari ajaran Tuhan agar orang-orang yang berpuasa menjadi orang yang bertaqwa setelahnya dapat diraih atau tidak, karena hanya Dia yang tahu, akhirnya mari kita berpesta dan pesta yang mana yang kini kita sedang lakukan. Wassalam

Tuesday, August 2, 2011

Ramadhan Bulan Untuk Berpesta

Ramadhan; Bulan Untuk Berpesta
Gegap gempita jutaan manusia khususnya Indonesia negeriku tercinta menyambut datangnya bulan suci ramadhan sungguh luar biasa. Tak ada salahnya saat kita menyambut kehadirannya dengan penuh suka cita. Karena ada janji Nabi Muhammad SAW yang menyatakan kurang lebih seperti ini, “siapa saja yang berbahagia menyambut masuknya bulan ramadhan maka diharamkan jasadnya disentuh api neraka.” Hadits ini merupakan sebuah motivasi bagi orang-orang yang beriman untuk menyambut bulan suci dan mulia ini dengan penuh suka cita. Namun dalam realitasnya pesan moral yang luar biasa menyentuh jauh panggang dari Api. Maksudnya?

Ada beberapa hal yang membuat diri ini kerap merenung, dengan pertanyaan pertanyaan berikut:
1. mengapa setiap akan memasuki bulan ramadhan dan iedul fitri harga barang melonjak tinggi
2. petasan seakan menjadi suatu yang wajib ada menjelang hadirnya ramadhan
3. moda transportasi menjelang hari raya menjadikan moment ini untuk menaikan harga
4. pasar-pasar rame pengunjung yang “sah” maupun yang “tidak sah”
5. tingkat kejahatan meningkat
6. kecelakaan transportasipun demikian halnya
7. meski demikian ada hal positifnya juga, bulan  ini membuat banyak orang gemar berbagi, meski sifatnya sangat konsumtif
8. Sta. TV gencar menayangkan tayangan berbau Islam, meski intinya adalah penayangan iklan

Ada yang bilang inilah berkah ramadhan. Aku hanya bisa bertanya apa iya? bagiku menyaksikan fenomena yang ada ramadhan bagaikan bulan pesta. Pengalamanku sejak kecil sampai sekarang melihat fenomena ramadhan ya layaknya pesta.
Namun jika ku berfikir dan bertanya, dimana letak adari makna kata shaum yang dalam bahasa populernya berinti pada kata menahan diri, sabar. Fenomena tersebut diatas nampaknya belum mencerminkan makna dari kata shaum. Sekedar ingin mengingatkan diri sendiri agar berusaha mencari dan melaksanakan makna dari pada sekedar hura-hura, salam….semoga berkenan dan menjadi bahan perenungan.

Kegiatan Mengaji dan Membaca


Alhamdulillah kegiatan pengajian anak-anak bertambah satu lagi, yaitu kegiatan pembiasaan membaca buku dan menceritakan bacaan semampunya. kegiatan ini dilaksanakan setiap hari kamis khususnya, kegiatan dilaksanakan setelah proses belajar membaca dan menulis al-Quran selesai. Santri diberi waktu 30 menit untuk membaca buku sesuai dengan kelas di sekolahnya masing-masing, setelah itu santri diminta menjelaskan semampunya apa yang telah ia baca, minimal judul buku dan tokoh dalam buku yang dibaca atau disesuaikan dengan kemampuannya.

Terimakasih kami ucapkan kepada yang telah peduli memberikan satu dua buku bacaan atau yang telah mendonasikan uang zakat/infaq/shadaqahnya untuk dibelikan berbagai macam buku-buku bacaan. Kami juga masih mengharapkan bantuan tangan-tangan yang peduli untuk memajukan kegiatan ini dan menularkannya di tempat yang lain.

Semoga Allah SWT membalas amal baik mereka-mereka yang sudah peduli untuk perbaikan kualitas anak bangsa di masa depan, amin.

Memaknai Kehadiran Ramadhan


Memaknai Kehadiran Ramadhan

Lebih kurang dua hari lagi khususnya muslim di Indonesia akan menyambut gembira penuh suka cita datangnya bulan suci nan penuh barakah dan kasih sayang dari Allah SWT. Bulan yang telah ditunggu-tunggu jutaan orang, baik yang menunggu memang karena rindu pada tiap lembar-lembar pergantian harinya. Waktu sahur, shalat subuh berjamaah, menahan diri dari segala yang halal maupun haram sampai waktu yang diperbolehkan untuk dinikmati kembali sesuatu yang halal itu. Waktu berbuka yang begitu menyentuh irama jiwa, shalat isya dan tarawih serta tadarus al-Quran yang menyejukan jiwa. Kajian-kajian keislaman bergema dari setiap penjuru. Ormas-ormas islam atau politik, individu-individu yang mampu seakan berlomba untuk berbagi rasa, terlepas apa motifnya masing-masing.

Namun di balik itu ada juga yang tak mau kalah dalam menyambut hadirnya bulan ini, media masa, terutama televisi. Nampak jelas dan kontras terjadi persaingan penayangan acara TV yang berbau Islam antara satu sta. dengan yang lainnya. Iklan-iklan yang menawarkan gaya hidup konsumtif begitu gencar mencecar mata dan hati para pemirsanya untuk membeli. Dengan sajian yang menipu mata iklan itu seakan berpesan, sempurnakan puasamu dengan produk kami. Sungguh ini sebuah fenomena yang bertentangan dengan makna ramadhan dan puasa itu sendiri.

Akhirnya Selamat menyambut datangnya bulan mulia yang di dalamnya bertebaran cinta kasih-Nya. Selamat menikmati lembaran-lembaran harinya dengan tulisan-tulisan yang penuh makna. Isi lembaran-lembaran tersebut dengan tinta emas yang memang telah ia titipkan kepada kita semua. Mari maknai hadirnya sesuai dengan pesan intinya, menahan diri, sabar, membakar segala keburukan. Sehingga kehadirannya akan bermakna dan membawa perubahan yang baik untuk kehidupan.

Dan akhirnya sebagai mana tradisi yang baik, saya secara pribadi meminta, “Mohon maaf lahir dan bathin, jika ada kata-kata maya menyinggung rasa”, “Ya Allah berikan kekuatan jasmani dan ruhani kami untuk menikmati sajian-Mu di bulan ini, amin”

1 Ramadhan Memang Seharusnya Tak Berbeda


1 Ramadhan Memang Seharusnya Tak Berbeda

Pemerintah dengan Depagnya dan beberapa ormas Islam berdasarkan hasil sidang itsbat penetapan 1 ramadhan berdasarkan metode rukyatul hilal berhasil mengambil kata sepakat dan menetapkan 1 Ramadhan sebagai awal di mulainya ibadah puasa bertepatan dengan hari senin 1 agustus 2011. Mesk beberapa minggu sebelumnya Muhammadiyah sebagai ormas terbesar di Indonesia telah menetapkan awal ramadhan berdasarkan metode hisabnya jatuh pada hari senin tanggal 1 agustus 2011. Alhamdulillah, 1 Ramadhan di tahun ini sebagian besar ummat Islam di Indonesia berpuasa pada hari yang sama, entah untuk pengakhirannya yaitu penentuan 1 syawal, idul fitri, sama atau beda?
Perbedaan penentuan 1 Ramadhan dan syawal di negeri ini sudah biasa dan dianggap lumrah. Pemerintah dan ormas-ormas Islam seakan tak mau kompak untuk menyamakan persepsi. , “tak perlu diperdebatkan”, kata beberapa pemimpin ormas Islam itu. Namun berbeda bagi mereka yang awam seperti saya. Menurut saya jika terjadi perbedaan penetapan tersebut hal itu merupakan hal aneh bin ajaib. Mengapa saya katakan demikian? kita ini hidup dalam Negara yang sama, perbedaan waktu antara satu provinsi dengan yang lainnya tak begitu mencolok, matahahari dan bulan yang menjadi ukuran penetapan hari juga sama, alat super canggih untuk menyaksikannya hadirnya hilal saya yakin sudah ada. Lalu ko masih beda. Oh terjadinya perbedaanya antara satu dengan yang lainnya karena adanya perbedaan penggunaan metode penetapan yaitu antara yang pake rukyatul hilal dan hisab. Lha aku cuma  bisa terbengong bengong saja dan bertanya dalam hati “bukankah kedua metode tersebut menggunakan satu standar utama, yaitu bulan? karena ummat Islam dimanapun standar tahunnya berdasarkan bulan (qomariyah),  inilah yang tak habis saya mengerti. Satu standar berbeda penetapan. hm..hm..hm, ini pasti ada penyebabnya. Kalau berbeda Negara berbeda tentu bukan soal.
Namun ketika saya mencoba memahami, saya mulai mengerti, perbedaan itu sebenarnya tidak perlu terjadi dan saya sangat yakin sekali dengan logika berfikir saya yang awwam ini (di paragraph kedua). inti perbedaan menurut saya ada pada ego masing-masih ormas dan pemerintah, terserah mau setuju atau tidak, tapi jika kita mau jujur ya demikian adanya. Yang lebih egois lagi adalah pernyataan yang pernah saya dengan dari seseorang, dia berkata “kita inikan hidup bukan di negera Islam, Negara ini kan Negara yang “tidak jelas” jadi tidak ada otoritas yang khas yang menjadi ikutan.” weleh…weleh dalam hatiku berkata “kenape ente masih tinggal di sini, sono gidah tinggal di tempat laen yang sesuai dengan keyakinanmu”.
Ego ormas Islam dan pemerintah dengan metodenya dan ukurannya masing-masing nampaknya perlu untuk disatukan, aneh kalau tidak bisa. Mereka harus duduk bersama untuk bermusyawarah menentukan kesepakatan dari standar yang paling detil. Namun memang butuh kerja ekstra keras dan waktu yang tidak sedikit karena dalam kaca mata saya, ini berkait erat dengan sejarah negara dan terbentuknya ormas-ormas Islam tersebut plus pakem/rules yang mereka yakini, meski hal itu bukanlah suatu yang akan merubah keyakinan (iman, tauhid) jika memang harus diubah untuk disepakati berdasarkan dalil-dalil yang shahih di era digital ini.
Namun jika memang egoism cultural masing-masing ormas tersebut yang di kedepankan, ya selamat berbeda. Itulah pendapat awwam saya, mungkin salah menurut pendapat anda, tapi saya sangat yakin kalau ini benar, karena saya yakin sekali kalau penentuan awal ramadhan dan syawal di Indonesia tidak pantas untuk berbeda. Wallaahu a’lam.