Wednesday, June 23, 2010

Manusia dan Mayat; Hidup yang Bermakna dan tak Bermakna

Manusia dan Mayat; Hidup yang Bermakna dan tak Bermakna

Sama tapi berbeda itulah ungkapan peribahasanya. Manusia akan menjadi mayat, dan mayat tidak akan pernah menjadi manusia. Kata mayat ada karena ada jasad manusia yang hidup. Kata mayat ada karena ada kata manusia sosok jasad yang hidup, sedang mayat sebaliknya sosok jasad manusia yang mati. Mayat merupakan akhir dari kata manusia. Manusia sosok yang hidup, mayat manusia yang mati. Mayat tidak akan bertahan lama, terkecuali ada rekayasa untuk mengawetkannya. Normalnya dalam jangka waktu tertentu kata inipun hilang berkait dengan sosok tubuh yang hilang, lenyap tertelan bumi, membusuk, menjadi belatung dan dimakan cacing tanah, dalam jangka waktu tertentu yang ada hanya tulang belulang, tak lagi disebut mayat.

Itulah gambaran diri kita, secantik atau seganteng apapaun kita, sekaya atau semiskin apapun status kita, sepintar atau secerdas apapun manusia ketika masa yang telah ditentukan berakhir, masihkan segala label keduniaan itu melekat? Nothing, itu jawabnya, kecuali sebagaimana kata pepapatah, gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, manusia mati meninggalkan nama, dalam arti nama yang disandangnya dimasa hidup bermakna atau tidak, bermanfaat atau tidak, dikenang orang atau dicaci, itulah kita.

Pernyataan tersebut diatas hanyalah sebuah perumpamanan antara manusia dan mayat, antara hidup dan mati.penulis ingin memberikan gambaran betapa hidup yang bermakna dan bermanfaat “tidak akan pernah mati” walau secara fisik mati. Tetapi hidup yang tak bermakna dan tak bermanfaat, walau secara fisik hidup, tetapi mati dalam makna.

Hidup yang bermakna dan bermanfaat digambarkan oleh Rasul tercinta, sang kekasih mulia, Muhammad SAW dalam sebuah sabdanya, kurang lebih seperti ini, “Perumpamaan orang yang hidup dan mati terletak pada berdzikir atau tidaknya ia selama hidup kepada Tuhannya” (matsalulladziy yadzkuru rabbahu walladziy laa yadzkuru, matsalulhayyi walmayyiti.) HR. Bukhari Muslim.

Dzikir disini saya memahaminya dengan makna yang sangat luas, yaitu segala aktifitas yang berkait erat dengan perbuatan baik yang dicintai-Nya. Dzikir tak sekedar meyebut sebagai aktivitas oral semata, tetapi ia terwujud dalam aktivitas/perbuatan. Orang yang dzikrullah (ingat kepada Allah), tentu saja perbuatan yang dilakukannya adalah perbuatan yang dicintai-Nya. Lalu mari kita renungkan diri kita, termasuk golongan mana manusia yang hidup (karena dzikrullah) atau hanya sebujur bangkai/mayat?