Monday, September 20, 2010

Kegiatan Buka Puasa, Shalat Tarawih, dan Sahur Bersama

Dengan penuh kegembiraan santri TPA Nurul Islam mengikuti kegiatan mengakhiri bulan ramadhan dengan mengikuti kegiatan buka puasa, shalat tarawih dan sahur bersama.

Kegiatan Buka Puasa dan Sahur Bersama

Dengan penuh kegembiraan, keceriaan santri TPA Nurul Islam mengadakan buka puasa bersama diikuti dengan shalat maghrib, isya, tarawih, sahur bersama dan shalat subuh.

Sang Pencerah


Sang Pencerah dan Muhammadiyah Kini


Mengakhiri masa liburan nyempetin nonton Sang Pencerah, Film ini memberikan gambaran perjuangan sang pendiri Muhammadiyah yang dikenal sebagai pembaharu dan pemurni kembali ajaran Islam, di pusat kota Jogjakarta, pusat pemerintahan kerajaan saat itu, masa awal kebangkitan bangsa Indonesia tercinta, film ini menceritakan perjalanan yang inspiratif dari tokoh bangsa yang memegang teguh keyakinan yang telah didapatkannya ketika memahami Islam,  berikut pesan singkat yang penulis dapatkan dari film ini.

Menceritakan tentang perjuangan seorang dalam menegakkan kebenaran yang di pahami dan diyakininya (KH. Ahmad Dahlan). Film ini memberikan rasa betapa sikap egois karena kemapanan para elit agama mempertahankan kedudukannya di mata penguasa dan martabatnya ditengah masyarakat. Nampak sekali  Banyak fenomena inti ajaran Islam yang hilang kembali terungkap, yaitu peran social agama terhadap wong cilik yang tersingkirkan dari dunia karena kemiskinan. Kemiskinan karena pemiskinan structural dan cultural dari para penguasa juga tokoh agama hidup nyaman diketiak penguasa.

Islam yang diikrarkan pertama kali sebagai ajaran pembebas dan pembaharu sekaligus ajaran yang sangat modern namun asing berdasarkan pemahaman-pemahaman yang telah ada terlebih dahulu saat itu, meski dasar-dasar ajaran itu telah ada. Asing karena ego para elit agama dan pemaham keyakinan juga tradisi nenek moyang. Mereka (para elit agama) tak mau menerima kebenaran baru itu  karena bertentangan dengan keyakinan yang mereka pahami, sekaligus kekhawatiran akan posisi diri di tengah-tengah masyarakat.
Fenome dalam sang pencerah di masa lalu ternyata hingga saat ini masih tampak dipermukaan dalam dunia nyata. Perebutan kekuasaan otoritas institusi agama tampak nyata. Ormas keagamaan apapun “mereknya” lebih condong pada pemenuhan nafsu melanggengan kekuasaan ketimbang merealisasikan pesan-pesan suci agama, meninggikan derajat kemanusiaan dengan kemuliaan yang telah menjadi garansi-Nya, walaqad-d karamnaa baniy adam.

Sang pencerah mengingatkan kembali pesan-pesan mulia yang pernah di dengungkan dan di bumikan yang tercinta Muhammad SAW. Ia mengingatkan pula pesan menghargai perbedaan. Sekaligus tak fanatic, menolak tanpa dasar pemikiran dan dalil agama yang jelas akan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang harus kita akui dengan jujur kebayakan dihasilkan oleh non muslim. Bukankah nabi tercinta pernah mencontohkan bagaimana ia meminta seorang nashrani untuk mengajarkan orang-orang muslim sebagai tebusan dirinya?
Minimal dari sang pencerah hendaknya tak membuat naik ego para elit ormas keagamaan yang didirikannya (KH. Ahmad Dahlan) dan sungguh secara tersirat terdapat singgungan bagi organisasi perbaharu tersebut agar mau menerima pembaharuan dari sisi “darah segar” generasinya plus pemikiran-pemikiran mereka yang tentunya bebeda dari generasi-generasi tuanya yang kini masih memimpin organisasi tersebut.

Sang pencerah memberi pesan pada peran social, moral dan pendidikan Muhammadiyah  (para pengikut Nabi Muhammad yang bersumber dari pencipta segala yang ada, Allah SWT) agar tetap membumi sebagaimana contoh dari sang pendiri, almaghfurlah KH. Ahmad Dahlan. Menghidupkan Muhammadiyah itu yang dilakukan sang pendiri dan bukan mencari hidup di Muhammadiyah. Menghidupkan Muhammadiyah akan menjadikan rakyat cerdas, pintar, sehat, beriman dan sejahtera, mencari hidup di Muhammadiyah, maka tunggulah kehancuranya (Muhammadiyah dan rakyat indonesia), begitu kira-kira. Wallaahu a’lam.