Tuesday, May 11, 2010

Hidup; Antara Sel Sperma dan Sel Telur

Hidup; Antara Sel Sperma dan Sel Telur

Hampir setiap saat ketika berangkat di pagi hari dari babelan ke cilandak saya melihat banyak orang mengendarai sepeda dan motor atau kendaraan roda empat lainnya ramai berbondong-bondong menuju satu tempat. Apa yang mereka cari? Jawabanya tentu sama dengan yang saya cari, tapi tentunya dengan warna alasan yang berbeda-beda satu sama lain. Tetapi saya yakin inti dari perjalanan itu berkaitan erat dengan hidup dan tuntutannya.

Menyaksikan hilir mudiknya manusia, ada yang berjalan sangat cepat, cepat, sedang dan bahkan cukup lambat, mungkin sedang menikmati perjalanan. Dalam perjalanan terkadang ada yang terlambat karena musibah, ban kempes, kena ranjau jalan, bertabrakan, dengan segala emosi jalanan kala itu. Melaju terus melaju menuju satu yang dituju.

Ketika menyaksikan diri dan semua yang tampak antusias meniti jalan, sejenak terpikir, ya mirip…mirip…mirip sekali. Mirip dengan apa? Mirip dengan proses awal kejadian manusia atau makhluk sejenis manusia lainnya. Proses apa? Penulis pernah menyaksikan sebuah tayangan discovery tentang perjalanan sel sperma setelah dilepaskan menuju sel telur untuk dibuahi supaya terjadi kehidupan yang baru.

Luar biasa, sungguh luar biasa, jutaan sel sperma setelah dilepaskan berlari kencang menuju satu titik yang dituju, aqal saya tidak menerima ketika keteraturan itu berjalan tanpa ada yang merancangnya. Ini sudah dirancang/di design. Ini pasti ada Sang Perancang Yang Luar biasa. Puluhan bahkan ratusan juta sperma yang berlari kencang menuju sel telur/ovum pun demikian, ada yang pelan, cepat, dan sangat cepat. Satu hal yang sangat luar biasa, dari puluhan juta hanya satu yang ditaqdirkan sampai pada sasarannya yaitu sel telur yang berada dalam rahim (suatu tempat yang mampu memfasilitasi-dengan penuh kasih sayang, sesuai dengan namanya-sisi awal kehidupan) untuk di buahi.

Jadi inilah kehidupan, sejak awal prosesnya memang harus dilakukan dengan pergerakan, pencarian. Mencari dan terus mencari sampai apa yang dicari ditemukan. Dengan satu tujuan, kehidupan. Dan kualitas kehidupan tersebut tergantung dari bibit, bebet dan bobot kedua belah pihak, satu sama lain saling mempengaruhi dan satu sama lain saling membutuhkan. Bukankah demikian hal yang terjadi pada diri kita? Demikain hal ketika kita mencari, besar kecilnya tergantung sumber daya yang ada dalam diri. Dan nilai besar kecil itupun tergantung pada keyakinan diri pada yang Maha Tinggi.

Dan dari proses berfikir ini pula saya mencoba memahami tentang tugas dan fungsi laki-laki dan wanita/perempuan dengan segala kecenderungannya. Dari proses berfikir ini pula jelas terlihat betapa kecilnya kita saat dalam bentuk sperma (katanya 0,05 mm), tak satupun gelar, jabatan, kekayaan yang melekat dalam diri. Yang melekat pada diri hanyalah ungkapan kata kita makhluk yang sangat lemah saat itu. Dan dari sini pula mengapa dalam keyakinan saya dikatakan, “sesungguhnya Allah tidak melihat bentuk/rupamu tetapi amal/perbuatanmu”. Jadi amal/perbuatan itulah nilai kita dihadapan-Nya, karena amal kitalah yang akan menjadi siapa untuk teman hidup kita yang kekal nanti. Dari sini pula kita dapat memahami mengapa kita harus melakukan yang baik-baik dan dicintai-Nya, karena kita berasal dari Yang Maha Baik lagi Maha Pecinta dan Dia ingin kita kembali pada-Nya dalam keadaan yang baik. husnul khatimah. Hidup; antara sel sperma dan sel telur, sel sperma lambang sebuah usaha keras (amal/perbuatan) dan sel telur yang ada dalam tempat yang penuh kasih sayang (rahim) adalah satu yang dituju dari kerja keras itu, ditanam, agar terjadi kehidupan, dan kehidupan yang sebenarnya itu adalah kebahagiaan, husnul khatimah. Walaahu a’lam.

Wednesday, May 5, 2010

Keseimbangan dan Kebimbangan

Keseimbangan dan Kebimbangan

Satu ciri dari kehidupan yaitu adanya proses. Manusia adalah makhluk yang berproses, karena adanya proses itulah manusia hidup. Dalam proses kehidupan penuh dengan dinamika, dinamika juga bagian dari hidup. Maka agar proses kehidupan berjalan baik kita harus senantiasa mengupdate hidup ini, satu lagi tanda adanya kehidupan adalah update agar kita bisa upgrade sehingga hidup ini semakin berkualitas.

Maka agar proses kehidupan itu berjalan baik sesuai dengan keinginan dan harapan kita, maka kita memerlukan keseimbangan. Keseimbangan dalam hidup sangatlah dibutuhkan agar tidak terjadi kebimbangan, sebab kebimbangan akan membuat sebuah proses berjalan lambat, lambat laun jika kebimbangan itu semakin menguat maka akan terjadi stag nation, kebekuan, hambatan atau ketersendatan. Pahamlah kita apa yang akan terjadi, seumpama sebuah system, satu saja organnya tak berfungsi. Maka proses itu akan terhenti, tak ayal produktifitaspun terhenti, jika dalam hidup tidak ada produktifitas, mayatlah sebutannya.

Jika kita ingin membuat sebuah keseimbangan dibutukan adanya pegangan yang pas, tidak berat sebelah, butuh keajegan, keteguhan. Inilah yang saya sebut dengan keyakinan. Tak ada keyakinan yang mampu menopang keseimbangan hidup seeorang selain Tuhan, Allah SWT. Walau secara teori orang bisa berkata lain, atau tidak setuju dengan pendapat ini, itupun keyakinan, biarlah, jangan saling menggangu, lakum diinukum waliyadiin. Sebab result dari kehidupan ini masih abstract bagi yang tidak meyakini-Nya, dan amatlah jelas bagi mereka-mereka yang menyakini-Nya.

Hidup yang seimbang menurut versi saya adalah taqwa, yang dalam bahasa sederhananya yaitu menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya, only that, very simple, isn’t?. Ya memang sangat sederhana, tapi tidak sesederhana saat melaksanakannya, karena untuk melaksanakannya dibutuhkan keyakinan.

Lalu bagaimana cara mengahadirkan keyakinan?
Pertama; Lihatlah dirimu dari jarak satu meter, sepuluh meter, seratus meter, satu kilometer, dua kilometer, sepuluh kilo meter, duapuluh kilometer, dst..dst, adakah dirimu, masih nampakkah kita? Siapa kita? Adakah kita? Sebentuk apa kita diantara jagat raya ini? Subhanallaah.
Kedua; lihatlah keteraturan tubuh kita dengan segala fungsinya, kerumitan organ-organ dalam systemnya, subhaanallah, terjadikah itu begitu saja tanpa ada yang merancangnya? Itu baru bagian tubuh kita, bagaimana dengan keteraturan dalam jagat raya? Subhaanallaah, masihkan kita ingin menampakan keakuan/kesombongan?
Andai kita tahu sesungguhnya penyebab ketidak seimbangan hidup ini adalah kesombongan. Very simple, right?