Friday, February 13, 2009

Pelajaran Dari Sebuah Doa

Pelajaran Dari Sebuah Doa

Oleh: Bang Gun

Kita sering berdoa atau membaca doa tapi pernahkah kita memikirkan keindahan isi dan sistematika susunan kalimatnya? Malam ini (kamis, 12/02/09) pengajian remaja nurul islam mecoba membahas sebuah doa yang memiliki pengertian yang luar biasa dalamnya dari sisi makna dan betapa susunan doa ini bias diumpamakan bagai cermin yang hilang dalam rumah umat Islam, lalu bagaimana ungkapan doa itu:

Allahummaj ‘alni shabuuran, waj’alni syakuuran, waj’alni fii ‘aini shagiiran wa fii a’yuninnaasi kabiiran.

Terjemahannya seperti ini “Yaa Allah jadikanlah aku orang yang shabar, jadikanlah aku orang yang bersyukur, jadikanlah aku dalam memandang diriku seorang yang kecil/hina dan jadikanlah aku seorang yang memandang besar ketika memandang diri orang lain (dalam arti tidak meremehkan, memandang hina, melecehkan atau merendah orang lain dan lain-lain)

Kami mencoba memahami doa ini sebagai berikut; dalam doa ini kita meminta kepada-Nya agar dijadikan orang yang sabar atas semua, orang yang senantiasa bersyukur/berterimakasih atas semua, dan berharap kepada-Nya dijauhkan dari sifat sombong, mengapa? karena satu ciri dari orang yang sombong adalah orang yang senantiasa memandang dirinya lebih besar dari orang lain, memandang diri lebih mulia, lebih cantik, lebih ganteng, lebih kaya dan lebih-lebih yang lainnya sebaliknya selalu memandang hina orang lain. Jika kita kembali ke al-Quran Allah SWT telah menjelaskan sombong merupakan satu sifat yang bisa menghancurkan kehidupan dan kemuliaan, contohnya iblis laknatullaahu ‘alaihi.

Jika pahami lebih dalam lagi dalam doa ini, kita menemukan dua sifat satu sifat yaitu sabar, sifat yang jika tertanam dalam diri manusia insya Allah akan mendatangkan kebahagiaan sedang sifat sombong akan membawa kehancuran. Kita tahu kedua sifat ini ada dalam al-asmaa al-husnaa yaitu ash-shabur dan al-mutakabbir. Sadarkah kita bahwa Allah senantiasa memperlihatkan kesabarannya dibandingkan kesombongan-Nya. Buktinya apa? Dia memuliakan semua yang telah Ia ciptakan, ia tidak memandang hina semua ciptaanya, kecuali mereka yang ingkar, siapa? Iblis. Mengapa? Abaa wastakbar wa kaana minal kaafiriin, ia (iblis) sombong dan dia adalah makhluk yang ingkar (ingkar pada perintah Allah dan bukan menafikan/meniadakan Allah. Tuhan saja yang punya sifat sombong tak pernah memperlihatkan kesombongannya, tetapi iblis sebaliknya. Nah inilah mengapa kemudian Allah membencinya, Allah benci karena kesombongannya. Tidak usah jauh-jauh kita melogikakannya, bertanyalah pada diri sukakah kita pada orang yang sombong? Jika kita melihat orang yang kelihatannya menampakan sifat yang satu ini sadar atau tidak ungkapan ketidak sukaan pastinya ada, apakah terungkap atau tidak, apalagi Allah yang menciptakan manusia untuk berbuat yang mulia.

Pemahaman yang kedua seperti ini; doa ini sangat sistematis sekali, dalam hal apa? Dalam susunan kalimatnya. Kita temukan tiga S, pertama permohonan dijadikan orang yang sabar, kedua syukur dan ketiga mohon dijauhan dari sifat sombong. Ketahuilah orang yang sabar insya Allah akan senantiasa bersyukur dan orang yang selalu bersyukur tentulah bukan orang yang sombong. Lalu orang yang tidak sabar insya Allah dia bukan orang yang bersyukur dan orang yang tidak bersyukur pastilah ia sombong, begitu kira-kira. Orang yang sombong hanya melihat diri dan kepentingannya sehingga lupa pada yang lain apalagi pada Tuhannya, mengapa? orang yang sombong adalah mereka yang telah mempertuhan dirinya, naudzu billaahi min dzalik.

Begitulah kira-kita inti dari doa yang saya kutip dari sebuah buku yang sudah agak usang karena terlihat lusuh dan tak bercover sebuah terjemahan dari kitab Nashaihul ’ibad karya Ibnu Hajar Al-Asqalany yang disyarahkan oleh Muhammad Nawawi bin Umar terbitan Pustaka Amani – Jakarta cet. 1 1998 dan diterjemahkan oleh Drs. I. Shalihin.

Semoga sifat sabar dan syukur senantiasa hadir dalam warna kehidupan kita sehari, amiin. Wallaahu a’lam.

No comments: