Monday, November 22, 2010

Mengapa Menjadi TKI?

Mengapa Menjadi TKI; Dilema Negara "Kaya” Indonesia

Menjadi TKI bukanlah suatu yang hina, apalagi TKI yang mampu mengharumkan martabat bangsa. Namunsayang nasib TKI yang bekerja pada sektor rumah tangga sering kali mengalami nasib yang sangat menyedihkan, disiksa, dibunuh bahkan menjadi alat pemuas nafsu sang majikan, anak bahkan saudara, diperkosa. Bukan cuma harga diri (HAM) bahkan kehormatan.

Sungguh ini sebuah pelecehan dan penghinaan berbangsa, pelanggaran HAM. Apalagi akhir-akhir ini dan kini sedang ramai dibicarakan rakyat indonesia yang tersentuh nurani kemanusiaan tak sekedar nasionalisme. Arab Saudi, negeri tempat dua kemuliaan Islam, ternyata sebagian rakyatnya masih menampakan budaya jahiliyah dibalik penegakan hukum Islam, nampaknya keturunan sifat Abi Jahal dan Abu Lahab  juga Abu Sopyan  ayah dari Mua'wiyah yang keji, masih belum luntur, perbudakan terselubung tetap dipertahankan, meskipun kita juga tak bisa menafikan sisi kualitas TKI yang di kirim negeri pembebas benih-benih perbudakan pada masa yang tercinta Muhammad SAW.
Lalu apa factor yang menjadikan sebagian rakyat Indonesia rela “menjual” dirinya di negeri orang? Tak lain karena masalah ekonomi yang berbuntut kemiskinan dan pemiskinan,  plus kelebihan penghargaan yang diberikan (salary) jika dibandingkan dengan negerinya sendiri. Meski tak sedikit mereka yang sukses dan dengan bangganya pemerintah memberinya gelar pahlawan devisa, tapi jaminan terhadap harga dirinya terabaikan, uang dan uang masuk, itu yang ada dalam otak pemerintah, dan mafia-mafia yang kerap memoroti hasil keringat mereka saat kembali ke kampong halamannya, kejam, sunggung kejam, Meski bergelar pahlawan tetap menderita. Sementara pekerja-pekerja asing, baik yang resmi maupun illegal, termasuk yang menjadi guru pada sekolah-sekolah berlabel internasional  dengan kualitas yang patut dipertanyakan berhasil meraup dolar di negeri rupiah, sungguh sebuah dilemma di negeri yang makmur ini, katanya.
Masalah ekonomi yang berbuntut kemiskinan, sekaligus pemiskinan disebabkan mahal dan rendahnya kualitas pendidikan menyebabkan mental dan character bangsa yang buruk. Hanya Negara kita, Indonesia sebagai Negara kaya yang miskin dikenal sebagai pengekspor tenaga kerja non industry dan intelektual ke Negara lain, terutama Arab Saudi. Sungguh menyedihkan hutang luar negeri meningkat plus di korup, project-project Negara yang di catur, plus uang  rakyatnya yang bisa dipermainkan untuk mengenyangkan perut serta memperkaya segelintir orang-orang licik, picik dan berotak busuk, penghianat-penghianat negeri ini bebas gembira meski mereka dipenjara, penjara yang  tak pernah membuat mereka merasa bersalah kepada negeri, penjara yang melanggengkan kuasa para penista Negara. Kejam, dan kekejaman itu tetap dipelihara.

Mengapa menjadi TKI? Tak ada salahnya jika memang bisa mengharumkan nama negeri. Entah apa yang ada dalam otak para pengelola Negara ini yang seakan membiarkan nasib rakyatnya bak budak pada jaman jahiliyah. Mereka membutuhkan payung kemerdekaan dan perlindungan HAM, bukan sekedar hp, berantas juga mafia dan pemalak TKI jika mereka kau anggap sebagai pahlawan devisa bagi Negara. Salam manis buat para pengelola negeri, dan juga mereka yang suka jalan-jalan keluar negeri untuk menghabiskan devisa uang pajak yang telah berbentuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

No comments: