Thursday, October 8, 2009

Kecenderungan dan Keterpaksaan

Kecenderungan dan Keterpaksaan
(Sekedar introspeksi diri)

Ketika jalan-jalan sepi, pengendara cenderung untuk mempercepat lajunya. Ketika jalanan macet para pengendara terpaksa menunggu giliran untuk berjalan, biasanya ketika suasana ini terjadi yang ada hanya umpatan dan makian, suasana diri dan lingkungan menjadi panas, tidak nyaman. Ketika ada pembagian uang hampir semua orang cenderung ingin berada pada barisan paling depan, agar ia tidak kehabisan. Terjadilah berbagai musibah kemanusiaan karena uang pada saat bulan yang penuh dengan kemuliaan (ramadhan). Jika saat itu ada dibelakang, terpaksa karena datang terlambat, sungguh tragis kekayaan, kedermawanan dan kemiskinan yang dipertontonkan. Lain hal saat ibadah (shalat) banyak orang cenderung ingin dibelakang, dan kalau paling belakang, terpaksa karena datang datang terlambat.

Ketika antri makanan banyak orang cenderung berada pada posisi terdepan, agar tidak kehabisan sekaligus bisa mengambil makanan lebih banyak, terserah yang lain, tak peduli amat yang penting aku kenyang. Ketika berada pada posisi paling belakang, terpaksa karena datang terlambat tapi diri khawatir takut kehabisan. Ketika sedang menunggu kendaraan umum kita cenderung ingin duduk santai, jika kondisi ramai rela berebut untuk mendapatkan kursi dan nyaman, bahkan tak peduli ada orang yang lebih membutuhkan. Tapi ketika kursi tak dapat dan harus berdiri sesak, terpaksa yang penting bisa pulang.

Ketika suatu hal menguntungkan diri sendiri munculah kecenderungan, dan keterpaksaan mengikuti ketika kecenderungan terkalahkan oleh kecenderungan orang lain.
Yang menarik dari kecenderungan dan keterpaksaan adalah, hampir semua manusia cenderung tidak mau meninggal/mati karena takut belum banyak yang dinikmati dari dunia ini, tapi kalaupun akhirnya harus mati juga, ya terpaksa, karena diri ini bukan apa-apa, tak punya kuasa apa-apa untuk menolak, maka dari itu siapkanlah kecenderungan diri yang lebih baik dari kecenderungan manusia biasa pada umumnya, agar tak pernah ada keterpaksaan yang membawa derita. Mudah-mudahan bisa dipahami. Wallaahu a’la.

No comments: